Minggu, 24 November 2013

kebaya jawa tengah


Pakaian Adat Jawa Tengah dan Perlengkapan 

Adat jawa sangat melekat di Indonesia,khususnya suku jawa. Pada acara tertetu suku jawa tak luput dari adat mereka. Begitu juga dengan pakaian adatnya.Saat acara-acara tertentu adat istiadat jawa harus memenuhi persyaratan adat yang akan di laksanakan.Berikut melody akan membahas tentang pakaian adat jawa tengah yang di pakai pada saat acar-acara tertentu.Baik sejarah asal-usul atau asal mula baju adat Jawa Tengah, kelengkapan apa saja yang di pakai (kostum). Dan bagaimana kostum pernikahan adat Jawa Tengah.

Pakaian Adat Jawa Tengah

Jenis busana dan kelengkapannya yang dipakai oleh kalangan wanita Jawa, khususnya di lingkungan budaya Yogyakarta dan Surakarta, Jawa Tengah adalah baju kebaya, kemben dan kain tapih pinjung dengan stagen. Baju kebaya dikenakan oleh kalangan wanita bangsawan maupun kalangan rakyat biasa baik sebagai busana sehari-hari maupun pakaian upacara. Pada busana upacara seperti yang dipakai oleh seorang garwo dalem misalnya, baju kebaya menggunakan peniti renteng dipadukan dengan kain sinjang atau jarik corak batik, bagian kepala rambutnya digelung (sanggul), dan dilengkapi dengan perhiasan yang dipakai seperti subang, cincin, kalung dan gelang serta kipas biasanya tidak ketinggalan.
Untuk busana sehari-hari umumnya wanita Jawa cukup memakai kemben yang dipadukan dengan stagen dan kain jarik. Kemben dipakai untuk menutupi payudara, ketiak dan punggung, sebab kain kemben ini cukup lebar dan panjang. Sedangkan stagen dililitkan pada bagian perut untuk mengikat tapihan pinjung agar kuat dan tidak mudah lepas.
Dewasa ini, baju kebaya pada umumnya hanya dipakai pada hari-hari tertentu saja, seperti pada upacara adat misalnya. Baju kebaya di sini adalah berupa blus berlengan panjang yang dipakai di luar kain panjang bercorak atau sarung yang menutupi bagian bawah dari badan (dari mata kaki sampai pinggang). Panjangnya kebaya bervariasi, mulai dari yang berukuran di sekitar pinggul atas sampai dengan ukuran yang di atas lutut. Oleh karena itu, wanita Jawa mengenal dua macam kebaya, yaitu kebaya pendek yang berukuran sampai pinggul dan kebaya panjang yang berukuran sampai ke lutut.
Kebaya pendek dapat dibuat dari berbagai jenis bahan katun, baik yang polos dengan salah satu warna seperti merah, putih, kuning, hijau, biru dan sebagainya maupun bahan katun yang berbunga atau bersulam. Saat ini, kebaya pendek dapat dibuat dari bahan sutera, kain sunduri (brocade), nilon, lurik atau bahan-bahan sintetis. Sedangkan, kebaya panjang lebih banyak menggunakan bahan beludru, brokat, sutera yang berbunga maupun nilon yang bersulam. Kalangan wanita di Jawa, biasanya baju kebaya mereka diberi tambahan bahan berbentuk persegi panjang di .bagian depan yang berfungsi sebagai penyambung.

Baju kebaya dipakai dengan kain sinjang jarik/ tapih dimana pada bagian depan sebelah kiri dibuat wiron (lipatan) yang dililitkan dari kiri ke kanan. Untuk menutupi stagen digunakan selendang pelangi dari tenun ikat celup yang berwarna cerah. Selendang yang dipakai tersebut sebaiknya terbuat dari batik, kain lurik yang serasi atau kain ikat celup. Selain kain lurik, dapat juga memakai kain gabardine yang bercorak kotak-kotak halus dengan kombinasi warna sebagai berikut: hijau tua dengan hitam, ungu dengan hitam, biru sedang dengan hitam, kuning tua dengan hitam dan merah bata dengan hitam. Kelengkapan perhiasannya dapat dipakai yang sederhana berupa subang kecil dengan kalung dan liontin yang serasi, cincin, gelang dan sepasang tusuk konde pada sanggul.
Baju kebaya panjang biasanya menggunakan bahan beludru, brokat, sutera maupun nilon yang bersulam. Dewasa ini, baju kebaya panjang merupakan pakaian untuk upacara perkawinan. Dan umumnya digunakan juga oleh mempelai wanita Sunda, Bali dan Madura. Panjang baju kebaya ini sampai ke lutut, dapat pula memakai tambahan bahan di bagian muka akan tetapi tidak berlengkung leher (krah). Pada umumnya kebaya panjang terbuat dari kain beludru hitam atau merah tua, yang dihiasi pita emas di tepi pinggiran baju. Kain jarik batik yang berlipat (wiron) tetap diperlukan untuk pakaian ini, tetapi biasanya tanpa memakai selendang. Sanggulnya dihiasi dengan untaian bunga melati dan tusuk konde dari emas. Sedangkan, perhiasan yang dipakai juga sederhana, yaitu sebuah sisir berbentuk hampir setengah lingkaran yang dipakai di sebelah depan pusat kepala. Baju kebaya panjang yang dipakai sebagai busana upacara biasa, maka tata rias rambutnya tanpa untaian bunga melati dan tusuk konde.

kebaya jogja /diy





 Busana pengantin Yogya memiliki kekhasan pada lembaran dodot kampuh, cinde, dan batik yang melekat erat yang memancarkan keagungan gaya bangsawan. Ragam corak busana pengantin tradisi Keraton Yogyakarta :
Yogya Putri Mempelai wanita mengenakan kebaya modern beludru panjang yang berhias bordir keemasan, kain batik prada, sanggul tekuk yang berhias mentul besar. Mempelai pria mengenakan baju sikepan, kain prada, dan kuluk kanigara.
Paes Ageng Jangan Menir Pengantin putri mengenakan baju blenggen bahan bludru, pinggang dililit selendang yang berhias pendhing, dan kuluk kanigara. Paes Ageng Jangan Menir tidak mengenakan kain kampuh atau dodot. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan corak Paes Ageng Kanigaran.
Kesatrian Modifikasi Mempelai wanita mengenakan Paes Yogya Putri, kebaya panjang bahan lace dan kain batik prada, bersanggul gelung tekuk. Mempelai pria mengenakan beskap putri dengan kain batik prada dan blangkon.
Kebesaran atau Paes Ageng Mempelai putri mengenakan dodot atau kampuh dengan perhiasan, paes hitam dengan prada, rambut sanggul bokor dengan gajah ngolig. mempelai pria mengenakan kuluk, ukel ngore –buntut rambut menjuntai– yg dilengkapi sisir dan cundhuk mentul kecil.
Paes Ageng Paes Yogya tradisional mengenakan prada, tata rambut tanpa sunggar, sanggul bentuk bokor mengkurep, berhias lima buah cunduk mentul, rajut melati dan gajah ngolig, perhiasan kalung susun tiga, gelang tangan dan kelat bahu
Paes Ageng Kanigaran sekilas seperti Yogya Jangan Menir. Yang membedakan ialah penggunaan dodot kampuh melapisi kain cinde warna merah keemasan. Kebaya beludru hitam panjang berhias benang keemasan yg menyatu dgn dodot kampuh, cinde, dan detil pada riasan.
Tradisi dan Kontemporer perpaduan Paes Ageng pada tata rias dengan kebaya panjang berkerah Victorian lengkap dengan kain prada. Atau, riasan Paes Ageng dengan kebaya panjang lace putih aplikasi payet hijau lumut dan kain batik












Busana pengantin Yogya memiliki kekhasan pada lembaran dodot kampuh, cinde, dan batik yang melekat erat yang memancarkan keagungan gaya bangsawan. Ragam corak busana pengantin tradisi Keraton Yogyakarta :
Yogya Putri Mempelai wanita mengenakan kebaya modern beludru panjang yang berhias bordir keemasan, kain batik prada, sanggul tekuk yang berhias mentul besar. Mempelai pria mengenakan baju sikepan, kain prada, dan kuluk kanigara.
Paes Ageng Jangan Menir Pengantin putri mengenakan baju blenggen bahan bludru, pinggang dililit selendang yang berhias pendhing, dan kuluk kanigara. Paes Ageng Jangan Menir tidak mengenakan kain kampuh atau dodot. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan corak Paes Ageng Kanigaran.
Kesatrian Modifikasi Mempelai wanita mengenakan Paes Yogya Putri, kebaya panjang bahan lace dan kain batik prada, bersanggul gelung tekuk. Mempelai pria mengenakan beskap putri dengan kain batik prada dan blangkon.
Kebesaran atau Paes Ageng Mempelai putri mengenakan dodot atau kampuh dengan perhiasan, paes hitam dengan prada, rambut sanggul bokor dengan gajah ngolig. mempelai pria mengenakan kuluk, ukel ngore –buntut rambut menjuntai– yg dilengkapi sisir dan cundhuk mentul kecil.
Paes Ageng Paes Yogya tradisional mengenakan prada, tata rambut tanpa sunggar, sanggul bentuk bokor mengkurep, berhias lima buah cunduk mentul, rajut melati dan gajah ngolig, perhiasan kalung susun tiga, gelang tangan dan kelat bahu
Paes Ageng Kanigaran sekilas seperti Yogya Jangan Menir. Yang membedakan ialah penggunaan dodot kampuh melapisi kain cinde warna merah keemasan. Kebaya beludru hitam panjang berhias benang keemasan yg menyatu dgn dodot kampuh, cinde, dan detil pada riasan.
Tradisi dan Kontemporer perpaduan Paes Ageng pada tata rias dengan kebaya panjang berkerah Victorian lengkap dengan kain prada. Atau, riasan Paes Ageng dengan kebaya panjang lace putih aplikasi payet hijau lumut dan kain batik

Minggu, 17 November 2013

kebaya jawa timur



Sebelumnya baca dulu tentang Trend Kebaya Modern. Sejarah kebaya bermula dari bentuk paling awal dari Kebaya berasal dari istana Kerajaan Majapahit di Jawa dan sebagai sarana untuk memadukan Kemban perempuan yang ada, torso bungkus dari para wanita aristokrat menjadi lebih sederhana dan dapat diterima oleh agama Islam yang baru diadopsi. Aceh, Riau dan Johor Kerajaan dan Sumatera Utara mengadopsi kebaya gaya Jawa sebagai sarana ekspresi sosial status dengan tuan Jawa lebih alus atau halus.
Nama Kebaya sebagai jenis pakaian tertentu yang dicatat oleh Portugis ketika mereka mendarat di Indonesia. Kebaya dikaitkan dengan jenis blus dipakai oleh perempuan Indonesia di abad ke-15 atau 16. Sebelum 1600, kebaya di pulau Jawa dianggap sebagai pakaian suci untuk dikenakan hanya oleh keluarga kerajaan, aristokrat (bangsawan) dan bangsawan kecil, dalam era ketika petani pria dan wanita yang berjalan publik bertelanjang dada. Perlahan-lahan secara alami menyebar ke daerah-daerah tetangga melalui interaksi perdagangan, diplomasi dan sosial ke Malaka, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Kesultanan Sulu dan Mindanao, kebaya Jawa seperti yang ada sekarang yang dicatat oleh Raffles dalam 1817, sebagai sutra, brokat dan beludru, dengan pembukaan pusat blus diikat oleh bros, bukan tombol dan tombol-lubang di atas tubuh bungkus kemben, yang kain (dan meter kain pisahkan bungkus beberapa lama keliru diberi istilah 'sarung di Bahasa Inggris (aksen (sarung Malaysia: sarung) dijahit untuk membentuk tabung, seperti pakaian Barat) Setelah ratusan tahun akulturasi daerah, pakaian telah menjadi ekspresi yang sangat lokal dari budaya etnis, kesenian dan tradisi menjahit.